Revisi Undang-Undang TNI menuai kritik tajam terkait proses pembentukannya yang dinilai melanggar prinsip kedaulatan rakyat dan asas keterbukaan. Proses yang terburu-buru dan minim partisipasi publik, khususnya dari masyarakat sipil, dipertanyakan keabsahannya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang. Namun, proses revisi UU TNI pada masa sulit dan krisis, dengan partisipasi masyarakat sipil yang rendah, dianggap inkonsisten dengan putusan tersebut.
Kritik utama terhadap revisi UU TNI berfokus pada nihilnya partisipasi publik. Penggerebekan oleh aliansi masyarakat sipil di Hotel Fairmont, Jakarta, menjadi bukti nyata keresahan atas kurangnya keterlibatan publik dalam proses penyusunan RUU TNI.
Proses legislasi yang terkesan kilat dan ugal-ugalan, serta tertutup, menimbulkan kecurigaan adanya praktik political clientelism. Revisi UU TNI, yang antara lain mencakup penempatan militer dan penambahan usia pensiun, dipertanyakan motivasinya, apakah semata-mata untuk kepentingan militer atau ada perjanjian politik terselubung.
Tabel berikut menyoroti beberapa poin krusial yang menjadi sorotan publik:
Aspek | Kritik |
---|---|
Partisipasi Publik | Minim dan tidak bermakna |
Keterbukaan | Proses tertutup dan terburu-buru |
Supremasi Sipil | Dipertanyakan, mengingat penataan birokrasi yang mengedepankan kepemimpinan militer |
Pengabaian partisipasi publik dan proses yang tertutup dalam revisi UU TNI berpotensi melanggar prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Hal ini juga berisiko mengembalikan praktik-praktik yang bertentangan dengan asas pemerintahan yang demokratis, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
Pengesahan UU TNI pada 20 Maret 2025, di tengah isu efisiensi anggaran, juga menjadi sorotan. Proses yang terburu-buru dan tertutup dipertanyakan transparansinya dan legitimasinya. Hal ini juga menunjukkan melemahnya daya kritis parlemen dan kekuatan oposisi.
Kesimpulannya, revisi UU TNI perlu dievaluasi ulang dengan melibatkan partisipasi publik secara bermakna dan transparan. Proses yang demokratis dan terbuka akan memperkuat legitimasi dan akuntabilitas pemerintah dalam menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan demokratis.
Komentar0